Sabtu, 07 Juli 2012

Kesetiaan Tanpa Batas


Suyatno, siapa yang tidak kenal lelaki bersahaja ini? Namanya sering muncul di koran, televisi, di buku-buku investasi dan keuangan. Dialah salah seorang dibalik kemajuan industri reksadana di Indonesia dan juga seorang pemimpin dari sebuah perusahaan investasi reksadana besar di negeri ini.
Dalam posisinya seperti sekarang ini, boleh jadi kita beranggapan bahwa pria ini pasti super sibuk dengan segudang jadwal padat. Tapi dalam note ini saya tidak akan menyoroti kesuksesan beliau sebagai eksekutif. Karena ada sisi kesehariannya sangat luar biasa!!!
Usianya sudah terbilang tidak muda lagi, 60 tahun sudah beliau melewati waktu. Namun semangat dan cintanya tidak luntur terus merawat istrinya yang sedang sakit. Dulu pak Suyatno di undang oleh METRO TV untuk mengisi acara realty show disana. Singkat ceritanya seperti ini :
32 tahun lalu beliau menikah dan dikaruniai 4 orang anak.
Dari isinilah awal cobaan itu menerpa, saat istrinya melahirkan anak yang ke empat. Tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan. Hal itu terjadi selama 2 tahun, menginjak tahun ke tiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang, lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi.
Setiap hari sebelum berangkat kerja Pak Suyatno selalu sendirian memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi dan mengangkat istrinya ke tempat tidur. Dia letakkan istrinya di depan TV agar istrinya tidak merasa kesepian. Walau istrinya sudah tidak dapat bicara tapi selalu terlihat senyum. Untunglah tempat berkantor Pak Suyatno tidak terlalu jauh dari kediamannya, sehingga siang hari dapat pulang untuk menyuapi istrinya makan siang.
Sorenya adalah jadwal memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa saja yg dia alami seharian. Walaupun istrinya hanya bisa menanggapi lewat tatapan matanya, namun begitu bagi Pak Suyatno sudah cukup menyenangkan. Bahkan terkadang diselingi dengan menggoda istrinya setiap berangkat tidur. Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun. Dengan penuh kesabaran dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke 4 buah hati mereka. Sekarang anak- anak mereka sudah dewasa, tinggal si bungsu yang masih kuliah.
Pada suatu hari saat seluruh anaknya berkumpul di rumah menjenguk ibunya– karena setelah anak-anak mereka menikah dan tinggal bersama keluarga masing-masing– Pak Suyatno memutuskan dirinyalah yang merawat ibu mereka karena yang dia inginkan hanya satu ‘agar semua anaknya dapat berhasil’.
Dengan kalimat yang cukup hati-hati, anak yang sulung berkata:
Pak kami ingin sekali merawat ibu, semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak… bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu.” Sambil air mata si sulung berlinang.

Sudah keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya, kapan bapak menikmati masa tua bapak, dengan berkorban seperti ini, kami sudah tidak tega melihat bapak, kami janji akan merawat ibu sebaik-baik secara bergantian”. Si Sulung melanjutkan permohonannya.

Anak-anakku. Jikalau perkawinan dan hidup di dunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah lagi, tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian di sampingku itu sudah lebih dari cukup,dia telah melahirkan kalian *sejenak kerongkongannya tersekat* kalian yang selalu kurindukan hadir di dunia ini dengan penuh cinta yang tidak satupun dapat dihargai dengan apapun. Coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaanya seperti ini? Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya seperti sekarang, kalian menginginkan bapak yang masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan ibumu yang masih sakit.” Pak Suyatno menjawab hal yang sama sekali tidak diduga anak-anaknya
Sejenak meledaklah tangis anak-anak Pak Suyatno, merekapun melihat butiran-butiran kecil jatuh di pelupuk mata Ibu Suyatno, dengan pilu ditatapnya mata suami yang sangat dicintainya itu.

Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada Pak Suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat Istrinya yg sudah tidak bisa apa-apa….disaat itulah meledak tangisnya dengan tamu yang hadir di studio kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru.
Disitulah Pak Suyatno bercerita : “Jika manusia di dunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian itu adalah kesia-siaan. 

Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan bathinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 anak yang lucu-lucu..Sekarang saat dia sakit karena berkorban untuk cinta kami bersama dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit.” Sambil menangis

Setiap malam saya bersujud dan menangis dan saya hanya dapat bercerita kepada Allah di atas sajadah  dan saya yakin hanya kepada Allah saya percaya untuk menyimpan dan mendengar rahasia saya BAHWA CINTA SAYA KEPADA ISTRI, SAYA SERAHKAN SEPENUHNYA KEPADA ALLAH”.

Sebuah kisah sederhana yang sangat menyentuh dan hampir membuatku meneteskan air mata...
 
Source This Story

Jumat, 06 Juli 2012

Bapak Kecewa Dengan Pilihan Saya


Semarang, 7 Juli 2012
Yth.
Ayahanda Agus Saptaji
di Sumber, Cirebon

Tempo hari saya selalu menanyakan kabar bapak ke ibu…  Ibu menceritakan ke saya tentang apa yang bapak rasakan tentang pilihan saya…
Ibu selalu mengatakan : “Bapak masih marah dan sedikit kecewa… “ itulah jawaban ibu yang sering saya dengar, setiap kali menanyakan hal itu…
Setiap hari waktu saya cukup banyak tersita memikirkan ini… ini memang berat bagi saya.. orang yang benar-benar jadi panutan saya, marah ke saya..karena saya mengambil langkah yang menurutnya salah…
“ Bapak ini pilihan fikri, ini jalan hidup fikri, Insya Allah… fikri akan tanggung jawab dengan pilihan ini… Terus terang fikri menemukan kenyamanan untuk mengejar cita-cita fikri menjadi dosen.. Memang fikri akui, kadang kala pemikiran fikri labil… melamar kerja sana-sini… tetapi semua itu semata-mata ingin mengetahui sejauh mana kemampuan fikri… jujur fikri belum dewasa…Tetapi tidak tahu, orientasi fikri saat ini bukan untuk mencari uang sebanyak-banyaknya, tetapi yang fikri cari adalah cita-cita dan kenyamanan dalam bekerja…
Insya Allah pilihan ini adalah pilihan terbaik fikri, yang akan membawa fikri pada kenyamanan dalam bekerja dan akan menjadi orang besar disini… (amiiin…)

“Bukankah untuk mendapatkan cita-cita yang besar harus mengorbankan sesuatu yang besar…."

"Tuhan menaruh kita di tempat ini bukan tanpa alasan dan bkan juga sebuah kebetulan,tapi ada sebuah agenda besar yg dititipkan untuk kita menyelesaikannya,dan janji Tuhan itu benar adanya,agar kita bisa naik kelas dalam pembelajaran kehidupan ini, so jangan pernah mengutuk keadaan dan menyalahkan keadaan, tapi buatlah keadaan itu berpihak dengan kita, dan bersahabatlah dengan waktu" 

Hal dan dampak buruk yang fikri harus terima adalah apabila beasiswa S-3 fikri gagal… ini memang sangat kecewa… Tapi insya Allah dengan modal keyakinan yang kuat fikri bisa mendapatkan beasiswa S-3 itu, kalaupun itu gagal, fikri akan membiayai sekolah S-3 ini dengan gaji yang fikri dapatkan selama bekerja di RSUP Dr. Kariadi. (Insya Allah cukup…)

“ Ini adalah Hidup, Pasti ada Konsekuensi atas Pilihan yang Kita Ambil”

Alhamdulilah, seminggu yang lalu dikabari kalau Ujian Tulis TPA fikri lolos dan mendapat peringkat ke-II…Wawancara juga berjalan lancar tanpa kendala… tapi yang masih ada kendala adalah..
Jujur, sampai saat ini fikri masih menghadapi ujian untuk mendapatkan beasiswa, salah satu yang cukup berat adalah ujian tulis bahasa inggris (Toefl) , sudah 3x tes masih gagal (nilainya masih berada pada kisaran 450-453 yang masih berada pada standar S1 dan S2)… fikri akan terus berusaha semaksimal mungkin agar bisa sampai pada nilai 500.
Awalnya jujur fikri sangat tertarik sekali bekerja di Total EP Indonesie (karena gajinya)… Tetapi setelah direnungkan, setelah banyak masukan dari berbagai pihak… Apalah artinya mendapatkan gaji sebanyak itu, tetapi setiap hari harus tertekan dan memupuskan cita-cita… kayaknya hal yang naïf sekali jika ini fikri ambil…

Ini adalah pilihan yang benar-benar dari hati nurani fikri, bukan berasal dari dorongan ibu atau orang lain…
Maafkan fikri seandainya pemikiran fikri dan bapak berbeda, fikri akan selalu menerima nasehat maupun masukan dari bapak… Terima kasih sangat pada bapak yang selama ini selalu memberi masukan, semangat dan doa untuk fikri…

Doakan fikri selalu agar dimudahkan segala pencapaian dan cita-cita fikri kedepannya…Serta berikan sejuta semangat dan harapan apabila cita-cita yang fikri ambil ke depannya gagal…

Buat fikri gaji bukan hal yang mutlak, tetapi kenyamanan dan menggapai cita-cita adalah sesuatu yang tidak bisa ternilai harganya… mudah-mudahan pilihan ini adalah pilihan terbaik fikri.. semoga ada jalan Tuhan disana..
Amiiin…


Salam Rindu untuk Bapak dan Ibu di Rumah…


Elanda Fikri, S.KM, M.Kes


- Keluarga Elanda Fikri -




Senin, 02 Juli 2012

Yang kucari bukan uang, tapi Cita-cita

Kadang kala saya mendapatkan cemoohon... karena pilihan kerja yang saya ambil bukan Total EP Indonesie...
Tapi inilah hidup, hidup itu pilihan...
Hidup ini saya yang menjalani bukan orang lain, di tempat kerja sekarang, memang saya akui, salary yang saya dapatkan tidak sebesar di Total EP Indonesie, yang saya sendiri kaget sekali salary disana 5x salary kerja sekarang (amazing sekali untuk ukuran saya yang seorang fresh graduate).
Jujur, awalnya saya tergiur dengan salary itu...
Tapi, apalah arti hidup jika saya tidak dapat mengejar cita-cita saya...
Cita-cita saya adalah menjadi seorang dosen, meskipun saat ini masih belum ada tawaran yang menjajikan untuk dosen...
Baru saja kemarin, minggu 1 Juni, saya di telepon sahabat lama saya...
saya ditawari kerja menjadi dosen di Poltekkes Tanjung Pinang, Kepulauan Riau..
(tawaran yang menjanjikan PNS karena notabene dosen disana sangat kurang sekali)...
Okelah tawarin ini masih saya pikirkan dan pertimbangkan...

Tetapi yang terpenting adalah kehidupan saya yang sekarang...
Apakah akan seperti ini..???
Saya akan mencari jati diri saya, dan siap untuk mengejar cita-cita saya...
Yang saya cari, terus terang bukan uang, tetapi yang saya cari adalah cita-cita saya...
Tak peduli orang lain mau bilang dan mengatakan apa??

Mudah-mudahan beasiswa S-3 saya di Program Doktor Ilmu Lingkungan UNDIP bisa lolos... Insya Allah..

Mungkin cita-cita yang besar ini, akan mengorbankan sesuatu yang besar juga...

Salah satu quote dari teman saya yang membuat saya tetap tegar untuk mengejar cita-cita ini adalah :
"Tuhan menaruh kita di tempat ini bukan tanpa alasan dan bkan juga sebuah kebetulan,tapi ada sebuah agenda besar yg dititipkan untuk kita menyelesaikannya,dan janji Tuhan itu benar adanya,agar kita bisa naik kelas dalam pembelajaran kehidupan ini, so jangan pernah mengutuk keadaan dan menyalahkan keadaan, tapi buatlah keadaan itu berpihak dengan kita, dan bersahabatlah dengan waktu" 
(Terima kasih mas Very Quotenya...)
 
Mudah-mudahan ini jalan terbaik buat saya... dan Allah memudahkan segalanya... Amiiin...
Salam...
Elanda Fikri, S.KM, M.Kes